Ramalan Mama Lauren  

Sebagai seorang peramal Mama Lauren sudah tidak asing lagi di telinga kita. Masih jelas dalam ingatan bahwa beliau meramalkan akan terjadi kecelakaan di Dufan dan Ancol. Kabar ramalan itu menyebar dengan cepat bagaikan virus melalui SMS. Saya percaya gak percaya tentang hal itu, namun kecelakaan di arena bermain Wonderia kemarin minggu cukup 'menggoncangkan iman' saya untuk mulai mempertimbangkan ramalan Mama Lauren tersebut. Kenapa?

Ketika lagi browsing di Detik.com mata kembali terbelalak karena sang gubernur Jawa Timur mulai mempertimbangkan ramalan Mama Lauren bahwa dalam 5 bulan kawasan Porong dan sekitarnya akan amblas (sumber). Wah masak gubernur percaya hal-hal yang berbau takhayul, pikir saya. Mungkin pemerintah ingin menyusun rencana seandainya ramalan tersebut benar sehingga korban dapat dikurangi.

Hingga bulan November (lebih dari 5 bulan) ini kawasan Porong memang belum amblas sebagaimana ramalan Mama Lauren, tapi memang erupsi lumpur masih tetap banyak dan masif sehingga beberapa tanggul bobol. Pemerintah Jawa Timur dipaksa bekerja keras untuk menjembantani perekonomian yang terputus oleh luapan lumpur itu.

Nah sebenarnya hal ramal meramal bukan monopoli kaum yang memiliki kekuatan supranatural saja seperti Mama Lauren, Ki Joko Bodo atau Permadi SH saja. Para praktisi ekonomi seperti Ferry Latuhihin, Paulus Nuswandono, Martin Panggabean atau Menteri Keuangan pun tidak terlepas dari kegiatan ini. Bedanya mereka menggunakan data historical, asumsi dan berbagai tools statistik sebagai pengganti keras dan menyan dalam meramal.

Ramalan atau lebih tepatnya prediksi ekonomi memang bukan bersifat eksak yang serba pasti terjadi. Hal ini sebenarnya berbau art karena melibatkan asumsi-asumsi dan model perhitungan matematis yang berbeda-beda. Oleh karena itu dalam Bloomberg sebagai salah satu media informasi keuangan yang disegani biasanya melakukan jajak pendapat mengenai prediksi faktor-faktor ekonomi yang berpengaruh seperti inflasi, suku bunga, atau kapitalisasi pasar modal. Diharapkan rangkuman dari jajak pendapat itu dapat memberikan insight bagi user mengenai view ke depan.

Sebagai pelaku ekonomi baik pemilik usaha atau karyawan penting untuk mengetahui prediksi ekonomi ke depan sehingga memiliki view yang tepat dalam mengambil keputusan bisnis. Apakah harus melakukan perhitungan forecasting sendiri dengan sederet rumus rumit atau menggunakan hasil orang lain? Menurut saya yang penting adalah manfaat dengan bisnis yang sedang ditekuni dan kemampuan analitik yang dimiliki. Toh semuanya tidak ada yang benar 100% di dunia ini.

Dengan memiliki prediksi kondisi ekonomi ke depan maka kita dapat menyusun berbagai skenario bisnis yang sekiranya mungkin terjadi sehingga reaksi perusahaan kita ketika menghadapi kondisi ekonomi yang terjadi dapat lebih cepat dan terukur. Stress testing terhadap kondisi finansial penting juga untuk mengetahui seberara tangguh perusahaan ketika nanti dihadapkan dengan problem ekonomi sesungguhnya.

Jadi Mama Lauren atau Ki Joko Bodo dibalik ramalannya yang terkadang bikin begidik itu, sedang memperingatkan kita semua agar menyusun skenario antisipatif terhadap risiko kejadian ekstrem. Tidak ada salahnya pola pikir selalu antisipatif kita terapkan dalam hidup sehari-hari.

Baca selanjutnya...

Jalan Busway, Jalan Umpatan!  

Pagi ini saya kembali melewati jalan Thamrin dan Sudirman menuju tempat kerja di daerah SCBD. Setelah saya amati jalur busway di jalan protokol utama ini saya terbelalak. Wowwww! Jakarta sebagai ibukota negara yang memiliki penduduk terbesar memiliki jalur busway yang membuat negara lain punya bahan untuk ngeledek habis-habisan! Kenapa saya katakan seperti itu?

Coba perhatikan lebih teliti lajur Thamrin-Sudirman. Pasti Anda akan menemui banyak sekali tambal sulam antara beton dan aspal. Suatu daerah jalan beton cukup panjang kemudian ada jalan aspal, tapi kemudian aspal lagi. Menurut saya sangat tidak rapi dan tidak profesional. Terlebih lagi di sepanjang jalan beton itu pinggirnya tidak rapi seperti sobekan kertas dan tidak ada cat list-nya. Saya senyum-senyum sendiri tapi dalam hati kecewa berat atas kondisi ini.

Sebaliknya dengan kondisi jalanan di Singapura. Bulan Oktober lalu saya mendapat kesempatan training di Singapura dan sempat muter-muter kota yang sangat nyaman itu. Semua jalan utama di Singapura sangat bersih dan dalam kondisi terawat. Marka jalan dan rambu-rambu sangat jelas dengan petugas polisi yang terkenal tegas dalam menjalankan aturan.

Di sisi kiri jalan juga terdapat jalur bis kota yang fungsinya tidak jauh berbeda dengan busway. Bis kota itu berukuran sangat besar dan beberapa malah tingkat melawati jalur yang telah ditentukan, sehingga bobot tekanan ke satu aspal jalan sebalah pinggir sangat besar. Dengan kondisi itu tidak terlihat aspal yang 'meleyot' atau compang-camping tambalan.

Sungguh saya ngiri melihat kondisi lalu lintas yang oke banget dan tertib. Saya kemudian berpikiran kenapa pemerintah kita tidak bisa melalukan yang sama? Saya malah menjadi menduga-duga bahwa ini 'mungkin' terkait dengan 'mentalitas proyek' yang dimiliki oeh pemerintah khususnya Departemen Perhubungan. Akhir tahun maka untuk menghabiskan anggaran justru harus ngebongkar jalan yang sebenarnya tidak perlu. Sadisnya perbaikan ini bersifat tanggung sehingga memungkinkan tahun depan untuk dibongkar lagi.

Nah, mentalitas proyek ini yang menyebab kritikan demi kritikan terlempar ke pemerintah. Dapat dibayangkan apabila dalam menjalankan suaru perusahaan dengan mental proyek. Pekerjaan diselesaikan bukan beroritentasi untuk memberikan jasa/produk yang terbaik tetapi sekedar memenuhi key performance individu (KPI) dan tidak tuntas.

Apabila kultur kerja yang buruk terus dibiarkan maka dalam jangka panjang perusahaan akan ditinggalkan konsumennya yang kecewa atas pola kerja semacam itu. Merubah kultur kerja yang telah mengakar cukup lama akan memakan biaya yang cukup besar dan terdapat resistensi yang besar dari karyawan atau bahkan pejabat bakalan terpotong 'proyeknya'. Untuk skala radikal bahkan perlu dilakukan PHK kepada banyak karyawan yang sulit berubah dengan kultur kerja baru.

Ibarat dinosaurus yang jaman purbakala bertubuh sangat besar tetapi tidak mau beradaptasi maka perusahaan yang tidak mau berubah maka memiliki risiko yang sangat besar. Lingkungan saat ini berubah sangat cepat dengan trigger teknologi. Risiko perubahan itu tidak hanya diantispasi dari segi keuangan, tetapi juga dengan perubahan kultur dan sikap karyawan serta direksi dalam menjalankan tata kelola sehari-hari. Jika tidak...ya seperti jalan busway itu, selalu diumpat pengendara (konsumen).

Baca selanjutnya...

Konversi minyak...konversi investasi  

Sore yang dingin dengan rinik hujan menemani saya pulang dari kantor. Sebelum ke rumah mampir sebentar di Warung Tegal Jalan Sabang yang cukup sohor dengan kawasan jajanan itu. Setelah sedang makan datanglah seorang tukang minyak teman ngobrol dulu. Kebetulan dia pernah mengikuti salah satu MLM dan sempat melakukan prospekting kepada saya.

Setelah bicara basa-basi singkat, ia menanyakan kepada saya mengenai lahan yang mungkin disewakan untuk berdagang. Saya sempat berpikir sejenak kemudian karena memang di kantor tidak ada yang punya lahan dagang, maka saya cuma bisa menjawab akan menghubungi beberapa kawan siapa tahu ada yang punya. Tukang minyak itu berencana mau buka warung kopi dan rokok eceran saja katanya.

Usut punya usut dia mengaku katanya sebagai korban konversi minyak tanah. Sebagai pedagang minyak tanah keliling, omset hariannya menurun hingga 70%. Dulu dalam sehari ia bisa menjual hingga 30 jerigen minyak tanah, sekarang maksimal 10 jerigen. Hal ini masih belum ditambahi dengan beli di pangkalan minyak yang sampai 3000an lebih. Tentu dengan kondisi ini dia cukup puyeng dan berencana mau banting setir usaha.

Sepulang dari warteg itu saya sempat berpikir bahwa efek suatu kebijakan pemerintah itu sungguh sangat luas hingga rakyat kecil. Namun apakah ini karena Pemerintah iseng aja mengurangi subsidi minyak dan melakukan konversi minyak tanah ke gas? Ternyata tidak ada yang iseng di sini heheheheheh. Let's see

Harga minyak bumi di pasaran internasional pada akhir bulan November 2007 ini sempat mencapai USD 100 per barrel. Pasar komoditas begitu heboh karena ini harga tertinggi dalam sejarah dan merupakan batas harga psikologis. Sebuah teori mengatakan bahwa dengan tertembusnya harga psikologis tertentu (seperti 25, 50, 100, 500), maka harga itu akan segera mencari batas berikutnya. Sebuah analisa menyatakan bahwa dengan membuat ekuivalensi dengan kondisi perak Teluk dimana harga mencapai USD 30, maka untuk saat ini harga yang yang wajar adalah USD 110!

Dengan informasi singkat di atas, tentu saya ikutan puyeng juga. Apabila memang benar harga minyak memang akan stabil di kisaran USD 90-an, maka harga bahan bakar pasti akan menyerobot naik kayak copet di bis patas. Dalam kondisi ini maka seluruh komponen barang akan terpengaruh karena jalur distribusi barang itu memerlukan BBM. Jika benar, maka kenaikan harga barang secara umum atau inflasi merupakan kewajaran.

Nah dalam kondisi ekonomi yang inflasi cenderung meningkat maka strategi investasi pun haruslah disesuaikan. Bagi yang doyan investasi saham agar memilih perusahaan yang orientasi ekspor, yang seneng properti agar memilih perumahan yang tepat dan bagi yang hobi emas....nah ini merupakan investasi pelindung inflasi yang sempurna. Harganya akan naikkkkk trus dan usahakan beli yang emas batangan 24 karat.

Memang siklus ekonomi itu selalu berputar dan semakin lama semakin tidak jelas perkembangannya. Yang penting untuk selalu dijadikan pedoman adalah, selalu adaptif dan berpikir tenang ketika perubahan terjadi. Niscaya semua masalah ada jalan keluarnya, seperti tukang minyak itu yang selalu mencari peluang usaha ketika usaha yang lama mulai berisiko tinggi sebagai dampak regulasi pemerintah dan perkembangan ekonomi global.

Baca selanjutnya...

Jablai Corporate  

"Lai...lai...panggil aku si jablai, abang jarang pulang aku jarang dibelai..."

Mendengar lagu yang dibawakan Titi Kamal yang berjudul 'jablai' alias jarang dibelai, pasti asosiasi kita mengarah ke profil seorang cewek ganjen yang hobi 'mampir' sana sini. Seorang cewek yang butuh perhatian lebih dan berusaha mencari dari lelaki mana saja. Termasuk Anda?

Nah kalo jablai blogger? Pasti bingung deh apa maksudnya. Istilah ini saya dapatkan dari blog Inijie.com dan cukup menggelitik saya untuk lebih jauh.

Senyum simpul tersendiri ketika baca ciri-ciri Jablai Blogger di wiki.id-gmail.info/Jablai_Blog. Sebagian cirinya adalah sebagai berikut:

1. Matanya minus
Tidak mampu membedakan antara komentar dengan junk.

2. Mentalnya mirip mental meneer perkebunan VOC Memberi sedikit ingin mengharapkan imbal balik yang berlimpah, sering berkomentar: "Horeeeee! Sepuluh besar!!" di blog orang lain, lantas mengharapkan agar orang yang blognya dikomentari mau berkunjung balik dan "wajib" memberikan imbal komentar.

3. Diva wannabe Sering merasa dirinya bagai Celine Dion di panggung Broadway, memasuki keramaian dengan kepala terangkat, punggung tegak, dada membusung dan tatapan lurus, padahal.... nyatanya hanya penjoget anonimus dengan kecrekan yang biasanya mangkal di terminal sambil nyanyi "Bang Toyib... Bang Toyib belailah dakuu..."

Masih banyak sederet ciri lain seorang jablai blogger itu yang secara umum ingin mengatakan seorang blogger yang egois. Egois karena ingin menang sendiri, egois karena ingin diperhatikan dan egois karena malas merespon orang lain.

Seorang jablai blogger pasti memiliki reputasi negatif di antara blogger dan kehadirannya cenderung ditolak. Reputasi negatif itulah yang akan membuat blogger tersebut tidak dipercaya lainnya. Lama kelamaan blognya akan ditinggalkan pembacanya dan menjadi blog kuburan, alias sepi dari interaksi.

Risiko reputasi yang tidak segera ditanggulangi dengan baik dapat berkembang menjadi suatu pembentukan opini publik. Opini publik yang terbantuk itu akan menjadi semacam kebenaran sepihak untuk melakukan judgement , terlepas hal tersebut benar atau salah.

Perusahaan secara umum mengelola risiko reputasi ini melalui bagian Corporate Affairs. Segala surat keluhan, surat pembaca di koran, pengaduan di customer service ditampung dan diberikan bobot berita untuk disusun respon yang sesuai. Ini merupakan salah satu implementasi Public Relation (PR) untuk mengantispiasi berkembangnya berita negatif apabila memang terjadi kelemahan dalam bisnis.

Dalam era internet dimana informasi dapat berkembang dengan cepat tanpa melihat geografis dan real time, maka empati terhadap segala feedback pelanggan adalah keharusan. Jika tidak, maka perusahaan kita akan menjadi jablai corporate.

Baca selanjutnya...

Gelombang Cinta....Gelombang Bisnis  

Saya punya seorang teman di kantor sebut saja Budi, yang seumur-umur tidak pernah menyentuh tanaman apalagi memeliharanya. Halaman rumahnya pun tidak jelas konsep tanamannya mau gimana. Katanya tanaman itu sekedar penghias saja tidak lebih tidak kurang.

Tapi akhir-akhir ini perilakunya sangat aneh menurut saya. Budi rajin sekali langganan tabloid tanaman dan tiap akhir pekan selalu mengunjungi pameran tanaman hias. Wah makhluk UFO manakah yang mampu membuatnya berubah 180 derajat itu. Istrinya sempat curhat bahwa Budi seakan-akan sudah punya istri kedua karena perhatiannya agak berkurang. Saya ketawa dalam hati meski heran juga.Read more..

Usut punya usut Budi sedang kena setrum tanaman Gelombang Cinta yang harganya bisa mencapai puluhan juta. Harga untuk bibit Gelombang yang ukuran daunnya tidak seberapa itu bisa mencapai ratuan ribu rupiah. Bahkan para 'pemain' di bisnis tanaman ini juga mengalami perubahan dari rata-rata wanita menjadi pria. Wah keliatannya saya ketinggalan banyak informasi nih selama ini.

Rupanya demam ini melanda kaum bapak itu tidak terlepas dari harga tanaman itu yang trus membubung. Bahkan ada transaksi untuk tanaman Jenmanii Supernova setinggi 1 meter seharga 300 juta. Untuk bijinya saja bisa dihargai Rp 1 juta per butirnya. Saya juga baru tahu bahwa selama tahun 2007 ini harganya tidak pernah turun dan terus naik. Pantas semuanya pada berlomba mengejar tanaman itu.

Namun ada beberapa risiko yang menjadi pertimbangan ketika saya ditawari oleh Budi untuk ikutan bisnis tanaman 'ajaib' itu. Pertama, saya tidak bisa menaksir nilai dari tanaman itu. Bagaimana bisa menilai jika daun tanaman itu masih sebesar kuku seharga ratusan ribu. Apanya yang membuat mahal? Pertanyaan ini yang melintas pertama dalam benak saya.

Kedua, jika benar tanaman ini laku keras, maka siapa yang menjadi end-user? Apakah semua end-user mengerti tentang apa yang menjadi nilai keindahan tanaman ini. Bukankah tanaman ini tidak berbeda dengan tanaman lainnya. Ada kemungkinan tanaman ini hanya berputar pada para pedagang yang sarat dengan unsur spekulasi.

Ketiga, para nursery (pedagang besar tanaman) yang bermain tanaman ini biasanya menggunakan dana pinjaman yang entah berasal dari bank atau sumber informal lainnya. Sudah menjadi gaya umum seorang pedagang untuk selalu menggunakan dana pinjaman dalam menggulirkan roda bisnisnya. Konsekusensinya adalah ketika pasar sudah jenuh dan permintaan merosot tajam, maka terjadinya lomba jualan! Kenapa? Ya karena mereka memiliki jatuh tempo pinjaman yang harus dibayar sehingga kebutuhan akan uang kas sangat tinggi. Yang sudah untung banyak segera merealisasikan dan yang rugi sedikit segera cut loss.

Jika kombinasi ketiga kondisi di atas terjadi , siapa yang terjepit? Sudah tentu para pedagang kecil atau orang-orang seperti Budi tadi. Risiko tersebut mengingatkan saya akan 'boom' ikan Lou Han beberapa tahun silam yang hingga hari ini tidak terdengar lagi hiruk pikuk transaksi.

Berpikir secara tenang dan memperhitungkan kemungkinan risiko yang bakal terjadi senantiasa resep sederhana yang ampuh menjagai diri kita dari berbagai gelombang pasang peluang bisnis. Seperti pepatah kuno Embah Darmo, eling lan waspada...selalu ingat dan waspada. Terhadap apapun di dunia ini.

Baca selanjutnya...

My Name Bond...James Bond  

My name Bond...James Bond! Ucapan itu begitu familiar di telinga kita terlebih bagi yang mania film agen rahasia 007 itu. Seorang pria dengan wajah ganteng aristokrat, mengendarai Aston Martin or BMW seri terbaru dan jago dalam menaklukan wanita.

Aksinya kadang-kadang gak masuk akal kalo dipikir-pikir seperti jam tangan yang bisa jadi alat pemotong baja, kacamata sekaligus kamera pengintai, handphone Sony Ericcson (upss) yang bisa untuk menyetir mobil (?) atau pena Mountblanc (upsss again) yang bisa menjadi pestol mini. Semua tools unik tersebut dibuat khusus oleh Mr M untuk menunjang suksesnya aksi intelijen agen dengan lisensi membunuh 007.

Pada awal misi Bond biasanya Q sebagai atasan Bond memaparkan latar belakang mengapa operasi tersebut harus dijalankan. Mulai dari nama musuh, tempat tinggal, hobi sampe kebiasaan ngupil pun kalo perlu ditampilkan. Selanjutnya dijelaskan juga target-target yang harus menjadi perhatian 007 dalam misinya. Dalam fase ini biasanya muncul beragam diskusi singkat mengenai berbagai kemungkinan rencana cadangan.

Setelah briefing singkat tersebut Bond kemudian menemui Q sebagai technician andal dalam membuat alat-alat aneh seperti diatas. Mobil BMW pada seri The World is not Enough dapat dikemudikan dengan santai melalui HP, bahkan sampai rem dilakukan mendadak satu senti sebelum dirinya.

Dalam mengelola risiko kita tidak ubahnya seperti seorang James Bond. Musuh banyak bertebaran di depan mata dengan banyak sekali kemungkinan risiko. Untuk itu penting sekali mengenal risiko-risiko signifikan yang menghadang bisnis kita.

Sebagai contoh tentang proyek jalan tol. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan informasi mengenai siapa saja pemilik lahan tanah yang bakal kena gusur. Selanjutnya mendeteksi siapa tokoh masyarakat yang berpengaruh di kawasan itu agar dapat didekati lebih dahulu sebelum negoisasi formal. Disamping proses negoisasi tersebut juga perlu melakukan analisa cashflow dana proyek agar dalam pelaksanaannya dapat melakukan pembayaran ganti rugi dengan tepat dan proyek berjalan lancar.

Tahap awal yang berjalan mulus itu masih jauh dari kesempurnaan karena masih banyak tahap yang harus dilalui. Giliran alat berat seperti traktor, mesin aspal jalan dan alat berat laennya bermain. Layaknya James Bond, alat-alat ini sangat penting untuk meratakan tanah yang berbukit, mengangkut batu-batuan atau meletakkan aspal secara cepat di radius yang ditentukan.

Memang dalam permainan bisnis ini menggunakan pola kerja ala 007 itu perlu juga. Analisa yang tajam, dukungan teamwork yang solid dan dukungan gadget akan segera membawa misi kita berjalan dengan sukses. Jika semua risiko usaha dapat ditangani dengan efektif, siapa lagi yang bakalan senang? Tim, atasan, pemililk saham, dan stakeholder lainnya akan tersenyum melihat liukan ke atas grafik laba perusahaan.

Baca selanjutnya...

Lord of The Risk  

Rasanya semua orang sepakat bahwa film triologi Lord of The Rings (LOTR) layak mendapat total 30 nominasi Academy Awards dan akhirnya menyapu 11 piala Oscar tersebut. Semua pengamat sineas memberikan aplaus dan penilaian tinggi mulai dari tata suara, pencahayaan, setting tempat hingga kostum.

Inti cerita film LOTR ini sebenernya sederhana , yaitu tentang kisah seorang (?) hobbit bernama Frodo Bagggins di Middle Earth yang terpilih untuk menemukan sebuah cincin yang di masa lalu menjadi kekuatan Sauron dan harus menghancurkannya di sebuah gunung. Jika tidak makan kekuatan gelap Sauron akan kembali menguasai Middle Earth.

Cerita sederhana ini dibungkus dengan berbagai intrik, alam New Zealand yang berkelok-kelok indah, perjalanan yang melelahkan dan peperangan kolosal. Frodo sebagai sang terpilih mengalami berbagai tantangan, cobaan dan bahkan pengkhianatan dari makhluk bernama Gollum. Frodo harus mengambil berbagai risiko untuk meneruskan perjalanan menuju Mount Doom di daerah Mordor, satu-satunya tempat dimana cincin itu dapat dihancurkan.

Perjalanan Frodo ini sebenarnya mirip dengan perjalanan bisnis perusahaan apapun. Jika mengamati Bank BCA yang sampai saat ini masih merupakan bank papan atas, juga pernah mengalami pasang surutnya bisnis. Pada krisis moneter 1997-98 yang lalu sempat mengalami krisis likuiditas sehingga terpaksa ditalangi pemerintah dan masuk BPPN. Tidak hanya sampai disitu, 51% kepemilikan saham pun terpaksa dijual ke Faralon Capital Management dari Amerika Serikat. Sampai saat ini kepemilikan Farallon tersebut telah dijual kembali kepada PT Djarum.

Perjalanan bisnis BCA tersebut pasti menempuh beberapa jenis risiko yang umum menimpa perusahaan. Biasanya dimulai dari risiko Reputasi yang berupa meningkatnya isu dan berita negatif di media masa mengenai kondisi keuangan BCA. Efek itu menggelinding seperti bola salju yang menjadi penarikan dana nasabah secara besar-besaran dalam waktu singkat (rush). Risiko yang dihadapi bertambah dengan risiko likuiditas.

Dalam kondisi inilah jalan penyelamatan yang diputuskan bersama adalah pengucuran dana lewat BLBI. Dengan dana inilah maka kondisi panik masyarakat dapat ditenangkan kembali. Memang ongkos dari pengelolaan risiko ini tidak kecil dan sampai sekarang menjadi pelajaran yang berharga buat semua banker.

Ketika saya berbicara dengan Embah Admo, kakek sekaligus pembimbing saya, beliau punya cerita sederhana tentang mengelola risiko itu. Seekor ulat yang warna-warni itu secara alami akan berubah menjadi kepompong...warnanya jelek. Perlahan terus berubah dan ketika akan berubah jadi kupu-kupu, kepompong itu kesakitan karena lubang keluar itu sangat sempit. Tetapi justru dengan kesakitan itu sayap-sayap kupu menjadi kuat terbentuk. Akhirnya ia terbang dengan indahnya.

Menghadapi situasi krisis itu tidak mudah namun ada baiknya duduk tenang dan mengambil keputusan dengan bijak. Hitung dengan cermat untung ruginya dan ambil tindakan. Frodo yang masih berusia anak-anak berani menerima tantangan untuk menghancurkan cincin ke Mount Doom meskipun halangan berat di depan.

Baca selanjutnya...

Filosofi Cabe  

Rasanya kita pasti akan kebingungan kalo pas makan bakso ternyata gak ada sambel, entah sambel saos atau sambel murni. Rasanya kurang nendang dan gak maknyusssss kata Bondan Winarno. Sambel itu mampu membuat mulut bersenandung huh hah huh hah, badan jadi hangat dan akhirnya keringatan mengukur deras.


Nah, filosofi cabe inilah yang saya pilih sebagai dasar dalam mencurahkan isi hati, buah pikiran dan lamunan cengok tentang manajemen risiko. Risiko sebagai konsekuensi bisnis di perusahaan apapun rasanya udah jamak, namun pasti semuanya belum tentu nyaman menghadapinya. Tanya kenapa? Setiap orang cenderung tidak menyukai risiko yang sarat unsur ketidakpastian yang mungkin berdampak jelek buat perusahaan.

Pada krisis 1997-98 kemarin, banyak perusahaan gulung tikar karena tidak kuat menghadapi tagihan utang yang menggunung, padahal nilai utangnya sama. Lho? Ternyata usut punya usut utangnya dalam dollar sehingga ketika Rupiah melorot, tagihan membubung!

Karena itu semakin lama semakin penting semua perusahaan memahami apa sih 'cabe bisnis' itu, bagaimana mengelolanya, dan bagaimana menarik peluang dibaliknya. Kalo cuek-cuek aja, ya siap menerima konsekuensi rugi!

Baca selanjutnya...